STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

 Perbaikan kondisi ekonomi global terus berlangsung meskipun dibayangi risiko ketidakpastian prospek pemulihan ekonomi AS dan perlambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi global yang terus membaik didukung oleh tingginya pertumbuhan negara emerging market serta mulai membaiknya perekonomian di Eropa. Kinerja perekonomian Eropa yang membaik terutama didukung oleh kinerja ekspor industri yang membaik dan hasil stress test perbankan Eropa yang lebih baik dari perkiraan sehingga meredakan tekanan di pasar keuangan global. Hal itu tercermin dari kinerja pasar saham global yang meningkat serta persepsi risiko yang terus membaik. Namun demikian, pemulihan ekonomi global tersebut dibayangi oleh ketidakpastian yang berasal dari perkembangan sejumlah indikator ekonomi AS yang dalam beberapa bulan terakhir mengindikasikan adanya perlambatan ekspansi ekonomi. Sektor konsumsi AS masih dihadapkan pada permasalahan credit crunch dan pengangguran yang meningkat. Aktivitas industri AS juga menurun, merespons pelemahan konsumsi domestik. Selain itu, risiko pemulihan ekonomi global juga datang dari China. Perkonomian China mengalami pertumbuhan yang melambat sebagai dampak dari kebijakan Pemerintah China untuk menghindari terjadinya overheating.

Kondisi ekonomi global yang terus membaik berdampak positif bagi perkembangan perekonomian domestik. Pemulihan ekonomi global yang masih berlangsung mendukung perbaikan kinerja ekspor, terutama ekspor manufaktur. Selain itu, daya beli masyarakat yang relatif stabil akan mendorong tetap kuatnya permintaan domestik. Pertumbuhan ekspor dan permintaan domestik yang meningkat direspons positif melalui perbaikan kinerja investasi. Perkembangan positif investasi terutama terlihat pada investasi non-bangunan, tercermin dari meningkatnya pertumbuhan impor barang modal, bahan baku dan penjualan kendaraan niaga. Membaiknya pertumbuhan investasi didukung pula oleh iklim investasi domestik yang kondusif serta penyempurnaan berbagai peraturan di bidang investasi. Dari sisi sektor-sektor ekonomi, perkembangan di hampir seluruh sektor menunjukkan kinerja yang membaik sejalan dengan perbaikan ekonomi global dan domestik. Sektor-sektor utama yang mencatat kinerja cukup tinggi yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotal dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada Juli 2010 meningkat cukup tinggi didorong oleh faktor non-fundamental, terutama dari kelompok volatile food. Pada bulan Juli 2010 inflasi indeks harga konsumen (IHK) tercatat sebesar 1,57% (mtm) atau 6,22% (yoy) meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,97% (mtm) atau 5,05% (yoy) akibat ketidakpastian musim, gangguan produksi dan distribusi terkait curah hujan yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan kenaikan yang signifikan pada harga bahan pangan terutama beras dan kelompok aneka bumbu yang rentan terhadap perubahan cuaca. Kenaikan harga pada bulan Juli 2010 tersebut bahkan jauh lebih tinggi dari rata-rata historis harga kelompok bahan pangan. Di kelompok inti, inflasi relatif terjaga, didukung oleh kecukupan respons penawaran terhadap peningkatan permintaan dan nilai tukar yang cenderung terapresiasi. Dengan demikian, sebagian besar faktor meningkatnya inflasi terjadi karena faktor musiman, dan karenanya perlu menjaga agar hal ini tidak bedampak pada peningkatan ekspektasi inflasi ke depan. Mencermati perkembangan harga hingga bulan Juli 2010 dan kecenderungan meningkatnya konsumsi terkait faktor musiman perayaan keagamaan, inflasi IHK untuk keseluruhan tahun 2010 diperkirakan akan menuju batas atas target inflasi Bank Indonesia.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan masih tetap solid. Meningkatnya kegiatan ekonomi domestik diperkirakan akan memacu impor meningkat lebih tinggi dan dapat menyebabkan surplus transaksi berjalan sedikit lebih rendah. Peningkatan impor terjadi baik di sektor migas maupun non-migas sejalan dengan penyerapan ekonomi domestik yang cenderung meningkat menjelang perayaan hari raya keagamaan. Meskipun demikian, peningkatan impor tersebut masih diimbangi oleh peningkatan ekspor yang masih tinggi, sejalan dengan kondisi ekonomi global yang  kondusif serta harga komoditas yang bertahan di level yang tinggi. Transaksi modal dan finansial  diperkirakan masih mencatat surplus yang didukung oleh persepsi positif investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Hal itu tercermin dari meningkatnya aliran pada kelompok investasi portofolio. Peningkatan investasi portofolio oleh investor asing tersebut mengimbangi kelompok investasi langsung yang mencatat penurunan surplus serta kelompok investasi lainnya yang mencatat defisit. Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa per 30 Juli 2010 sebesar 78,8 miliar dolar AS atau setara dengan 6,03 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Kondisi fundamental perekonomian domestik yang solid dan pasar keuangan global yang kondusif menopang pergerakan rupiah. Selama bulan Juli, secara rata-rata, nilai tukar rupiah sebesar Rp9.042 per dolar AS, atau menguat 1,07%. Apresiasi rupiah di bulan Juli 2010 tersebut juga disertai dengan volatilitas yang menurun. Tingkat volatilitas rupiah selama bulan Juli 2010 mencapai 0,19%, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 0,51%. Stabilnya pergerakan rupiah tersebut antara lain dipengaruhi oleh relatif stabilnya kondisi ekonomi global, kondisi permintaan dan pasokan valas di pasar domestik yang terjaga dan implementasi kebijakan pengelolaan arus modal, antara lain melalui kebijakan one month holding period SBI yang diterapkan sejak 7 Juli 2010.
Kinerja di pasar keuangan secara umum terjaga. Kondisi ini tercermin pada perkembangan di Pasar Uang Antar-bank (PUAB) overnight (O/N) dengan suku bunga yang tetap terjaga di sekitar BI Rate, pertumbuhan besaran moneter (M1) yang meningkat sesuai dengan peningkatan kegiatan ekonomi, serta perkembangan di pasar saham dan di pasar Surat Utang Negara (SUN) yang membaik. Kondisi makroekonomi yang stabil dan faktor risiko eksternal yang cenderung turun mendorong peningkatan harga aset, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG). Penguatan IHSG pada Juli 2010 terkait dengan dampak faktor kebijakan BI Rate dan Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan dan kenaikan outlook sovereign credit rating Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, IHSG menguat 5,3% dan mampu mencapai level tertinggi yaitu 3.096,8 pada 29 Juli 2010 sebelum ditutup pada akhir Juni 2010 di level 3.069,68. Penguatan IHSG juga diikuti oleh penguatan Surat Berharga Negara (SBN). Selain nilai tukar yang stabil, perbaikan rating dan prospek ekonomi ke depan yang positif, kinerja SBN juga ditopang oleh terbatasnya risiko fiskal serta kesinambungan fiskal yang masih terjaga. Dari sisi kebijakan moneter, penguatan kinerja SBN juga dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia mempertahankan BI Rate pada level 6,5% serta penerapan one month holding period SBI.

Stabilitas sistem keuangan masih terjaga, didukung oleh kondisi sektor perbankan yang tetap kuat. Terjaganya stabilitas sektor keuangan didukung oleh kondisi sektor perbankan yang tetap kuat dalam menghadapi berbagai risiko, serta membaiknya fungsi intermediasi perbankan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh tingginya  rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) perbankan saat ini yang mencapai 17,4 % dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5,0%. Peningkatan fungsi intermediasi perbankan tercermin pada angka pertumbuhan kredit yang sampai dengan akhir Juli 2010 tumbuh sebesar 19,6% (yoy). Hal itu sejalan dengan meningkatnya keyakinan pelaku ekonomi terhadap prospek perekonomian yang semakin membaik.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati pertumbuhan kredit perbankan tersebut agar tetap dalam koridor pencapaian rencana pemberian kredit sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) terutama kredit untuk tujuan produktif, dan sejalan dengan peningkatan di sisi suplai perekonomian. Hal ini ditempuh untuk memastikan agar peningkatan di sisi permintaan dapat diimbangi sisi penawaran secara memadai sehingga tidak menimbulkan tekanan inflasi yang berlebihan.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 4 Agustus 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap perkembangan terkini dan prospek perekonomian yang secara umum menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Namun demikian, meningkatnya tekanan inflasi akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Bank Indonesia akan menempuh kebijakan moneter dan perbankan yang diperlukan agar perkembangan inflasi ke depan tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu sebesar 5% ± 1% untuk tahun 2010 dan 2011. Dewan Gubernur memandang BI Rate pada level 6,5% saat ini dipandang masih cukup memadai untuk menjaga ekspektasi inflasi ke depan dengan tetap mewaspadai mulai meningkatnya inflasi. Dalam kaitan ini, dalam waktu dekat Bank Indonesia akan menempuh langkah-langkah untuk memperketat pengendalian likuiditas dengan tanpa berdampak pada terganggunya intermediasi perbankan, khususnya melalui penyesuaian Giro Wajib Minimum (GWM).

0 { ADD KOMENTAR }:

Search