Senin, 7 Juni 2010 | 21:07 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, menyatakan bahwa instruksi yang diberikannya untuk mengeluarkan 6 siswa-siswi SDN RSBI 12 Rawamangun Pagi adalah untuk memberikan pelajaran kepada orang tua murid dari keenam siswa-siswi tersebut.
Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman Ali kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (7/6/2010), mengatakan, pelaporan korupsi bukanlah masalah jika hanya dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Dirinya tidak bisa menerima jika semua persoalan membuat sejumlah orangtua murid malah seenaknya menghina guru sekolah itu sebagai koruptor di depan publik.
"Tindakan orangtua seperti itu tidak pantas. Untuk mengimbangi itu, saya tanya ke mereka, bagaimana jika perasaan kalian, kalau kalian diteriaki korupsi di depan anak-anak," kata Usman, yang baru saja dipanggil oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) terkait persoalan ini.
Usman mengatakan, instruksi mengeluarkan siswa untuk membuat orang tua murid berubah. Jika tak mau berubah, kata dia, pihaknya mau tak mau, akan bersikap begitu.
"Demokrasi itu mahal, termasuk yang mereka korbankan, yaitu anak-anak. Memang benar kalau mereka diancam keluar dari sekolah, tapi sebaliknya, apakah pantas guru-guru diteriaki maling dan koruptor di depan masyarakat, sementara anak mereka ingin dilayani seperti putra mahkota," kata Usman.
Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com pada Senin (31/5/2010), Aria Bismark Adhe, seorang siswa kelas VI SDN RSBI 12 Rawamangun Pagi, tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, drs Handaru Widjatmoko. Namun, pada hari ketiga UAS, Adhe akhirnya diperbolehkan mengikuti ujian.
Selain Adhe, lima siswa lainnya juga diancam tidak mengikuti ulangan umum yang berlangsung mulai Senin (7/6/2010) pagi tadi, dan bahkan diancam akan dikeluarkan dari sekolah. Namun, sejak ditengahi oleh Komnas PA, kelima anak tersebut bisa kembali mengikuti ulangan umum. Kelima anak tersebut adalah putra-putri dari Ny Ida (dua anak), dr Oki (satu anak), Heru Narsono (satu anak), dan Kaka Tayasmen (satu anak).
Demokrasi itu mahal, termasuk yang mereka korbankan, yaitu anak-anak.
-- H Usman
"Tindakan orangtua seperti itu tidak pantas. Untuk mengimbangi itu, saya tanya ke mereka, bagaimana jika perasaan kalian, kalau kalian diteriaki korupsi di depan anak-anak," kata Usman, yang baru saja dipanggil oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) terkait persoalan ini.
Usman mengatakan, instruksi mengeluarkan siswa untuk membuat orang tua murid berubah. Jika tak mau berubah, kata dia, pihaknya mau tak mau, akan bersikap begitu.
"Demokrasi itu mahal, termasuk yang mereka korbankan, yaitu anak-anak. Memang benar kalau mereka diancam keluar dari sekolah, tapi sebaliknya, apakah pantas guru-guru diteriaki maling dan koruptor di depan masyarakat, sementara anak mereka ingin dilayani seperti putra mahkota," kata Usman.
Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com pada Senin (31/5/2010), Aria Bismark Adhe, seorang siswa kelas VI SDN RSBI 12 Rawamangun Pagi, tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, drs Handaru Widjatmoko. Namun, pada hari ketiga UAS, Adhe akhirnya diperbolehkan mengikuti ujian.
Selain Adhe, lima siswa lainnya juga diancam tidak mengikuti ulangan umum yang berlangsung mulai Senin (7/6/2010) pagi tadi, dan bahkan diancam akan dikeluarkan dari sekolah. Namun, sejak ditengahi oleh Komnas PA, kelima anak tersebut bisa kembali mengikuti ulangan umum. Kelima anak tersebut adalah putra-putri dari Ny Ida (dua anak), dr Oki (satu anak), Heru Narsono (satu anak), dan Kaka Tayasmen (satu anak).
0 { ADD KOMENTAR }:
Posting Komentar