A. Pendahuluan
Merumuskan tujuan instruksional dengan jelas, umumnya dianggap sebagai salah satu langkah pertama yang sangat penting dalam proses perencanaan kurikulum dan pelajaran yang sistematik.
Menurut Sudjarwo (1984: 36) Ada tiga fungsi dasar tujuan instruksional. Fungsi yang pertama dapat dipakai untuk membantu mendefinisikan arah instruksional secara umum dan sebagai dan sebagai petunjuk tentang materi pelajaran yang perlu dicakup. Kedua, memberikan pengarahan tentang metode/ mengajar yang sebaiknya diterapkan. Ketiga, membantu dan mempermudah pengukuran hasil belajar yang dituangkan dalam prosedur perencanaan dan penilaian.
Menurut Sodjarwo (1984: 38) Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi dua, yakni maksud atau disebut juga Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus.
Tujuan Instruksional Umun (TIU) yang istilah lainnya adalah “goal” atau “terminal objective” ruang lingkupnya luas dan merupakan pernyataan tentang perilaku akhir yang dapat dicapai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu unit pelajaran atau sub pokok bahasan. Jadi luas jangakauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada TIU.
Tujuan Instruksional Khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instraksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU), selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu setelah itu merumuskan Tujuan Instruksional Khusus.
Berdasarkan paparan diatas dapat kita ketahui bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting bagi jalanya proses kegiatan belajar mengajar, maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana perumusan Tujuan Instruksional Khusus.
B. Pembahasan
Tujuan Instruksional Khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instruksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu selanjutnya menuliskan tujuan Instruksional Khusus.
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1.1 Sistem Instruksional (Suparman, 2004: 157)
1. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir.
Dalam program applied approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar (sasbel) (Suparman, 2004: 158). Sasbel menurut Soekartawi, Suhardjono dkk (1995: 41) adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu.
Dick dan Carey (1985) (dalam Suparman, 2004: 158) telah mengulas bagaimana Robert Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur. Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata.(Suparman, 2004: 159). Menurut Soedjarwo (1995: 81) Penulisan sasaran belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
2. Jenis- jenis Hasil Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran, hasil belajar dinyatakan dalam rumusan tujuan. Oleh karena setiap mata pelajaran/ bidang studi menuntut hasil belajar yang berbeda dari mata pelajaran atau bidang studi lainnya. Maka banyak para ahli mengemukakan jenis- jenis hasil belajar. Dalam makalah ini penulis akan membahas jenis- jenis belajar menurut Gagne dan Bloom
1. Jenis- jenis Hasil Belajar Menurut Gagne
Gagne mengelompokkan hasil belajar ke dalam lima kategori berikut (Gredler, 2009: 177-179) :
A. Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk memberikan tanggapan khusus terhadap stimulusya yang relatif khusus. Dalam kemampuan ini atau menerapkan aturan. Untuk menguasai kemampuan ini siswa hanya dituntut untuk menyimpan informasi dalam sistem ingatannya.
Kemampuan “menyebutkan nama- nama gunung yang ada di pulau Sumatera” merupakan salah satu contoh kemampuan yang termasuk kategori informasi verbal. Dalam kemampuan tersebut, siswa dituntut untuk menghubungkan suatu nama dengan gunung- gunung yang ada di pulau sumatera.
B. Kemampuan Intelektual (Intelektual Skill)
Keterampilan intelektual adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk melakukan kegiatan kognitif yang unik. Unik disini adalah bahwa siswa harus mampu memecahkan masalah dengan enerapkan informasi yang belum pernah dipelajari. Yang termasuk dalam keahlian intelektual adalah “membedakan, menggabungkan, mentabulasi, mengklasifikasi, menganalisa, mengukur benda, kejadian, dan simbol lainnya.
Contoh kemampuan yang tergolong keterampilan intelektual diantaranya adalah kemampuan menerapkan rumus dalam menghitung luas segitiga, mengelompokkan binatang ke dalam kelompok amfibi, reftil, menggunakan jenis- jenis kalimat dalam menulis karangan, dan menggunakan tanda baca dalam kalimat.
C. Strategi kognitif (Cognitif Strategies)
Strategi kognitif mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal yang dilakukan oleh individu dalam memilih dan memodifikasi cara berkonsentrasi, belajar, mengingat dan berfikir. Siswa yang telah menguasai kemampuan strategi kognitif akan mendapat kemudahan dalam berkonsentrasi belajar, mengingat dan berfikir.
Salah satu contoh strategi kognitif untuk mengingat adalah mnemonic system. Misalnya untuk mengingat warna pada pelangi digunakan kata MEJIKUHIBINIU (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan unggu).
D. Sikap (Attitude)
Mengacu pada kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bertindak dibawah kondisi tertentu. Dikaitkan dengan hasil belajar, sikap adalah kemampuan siswa dalam menentukan pilihan atau bertindak sesuai dengan sistem nilai yang diyakini.
Contohnya siswa dapat bekerjasama dalam mengerjakan tugas, bersikap terbuka terhadap kritik dan pendapat orang lain. Menyadari pentingnya belajar matematika, sejarah, mematuhi peraturan sekolah, dan lain sebagainya.
E. Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik mengacu pada kemampuan melakukan gerakan atau tindakan yang terorganisasi yang direfleksikan melalui kecepatan, ketepatan, kekuatan dan kehalusan.
Contohnya kemampuan “menempeli model topeng dengana sobekan kertas “. Untuk menguasai kemampuan tersebut, siswa tidak hanya dituntut menunjukkan keterampilan tangannya dalam menempelkan sobekan kertas pada model topeng. Tetapi juga bagaimana menempelkan kertas tersebut supaya rapi.
2. Jenis- jenis Hasil Belajar Menurut Bloom Dkk.
Menurut Bloom dkk., tujuan atau hasil belajar digolongkan menjadi tiga domain (Gredler, Margaret, 2009: 56) yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a. Kognitif
Menurut Bloom dkk segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan mengahapal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi.dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang atau aspek yang dimaksudkan:
Lama (1956) Baru (2001)
a. Pengetahuan a. Mengingat
b. Pemahaman b. Pemahaman
c. Penerapan c. Mengaplikasikan
d. Analisis d. Menganalisis
e. Sintesis e. Evaluasi
f. Evaluasi f. Menciptakan
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat- ingat kembali, pengetahuan atau ingatan. Ini merupakan tingkat proses berfikir paling rendah.
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hapalan.
Penerapan adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode- metode, prinsif- prinsif, rumus- rumus, teori- teori, dan sebagainya. jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi dibandingkan jenjang pengaplikasian.
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk merincikan atau menguraikan suatu bahan.
Sintesis adalah kemampuan berfikir yang merupakan proses berfikir analisa, setingkat lebih tinggi di banding analisis.
Penilaian adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilaian disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi atau ide.
b. Taksonomi Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai (Setidjadi, 1991:97). Dalam ranah afektif ini terdapat lima aspek yaitu:
1) Receiving (menerima atau memperhatikan), yaitu kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain- lain.
2) Responding (menanggapi), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadap salah satu cara.
3) Valuing (menilai atau menghargai), yaitu memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek.
4) Organisation (mengatur atau mengorganisasikan), yaitu merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi.
5) Characterisation (karakterisasi), yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Taksonomi Psikomotorik
Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan aktifitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari memukul dan sebagainya.
Aspek- aspek yang terdapat di dalam ranah psikomotorik adalah:
1) Naturalisasi, yaitu melakukan gerak dengan gerak wajar dan efisien
2) Merangkaikan, yaitu merangkaikan berbagai gerak
3) Ketepatan, melakukan gerak yang tepat
4) Menggunakan, memanipulasi kata- kata menjadi gerak.
5) Menirukan, menirukan gerak
3. Syarat- syarat Tujuan Instruksional Khusus
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
· Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”. Bukan siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan tujuan tetapi proses pembelajaran.
· Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional Khusus 1, adalah dapat menjelaskan, Tujuan Instruksional 2: dapat memberi contoh dan Tujuan Instruksional Khusus 3: dapat menggunakan.
· Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa.
· Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan Instruksional Khusus. Untuk dapat membuat rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar, berikut ini disajikan komponen- komponen yang harus ada dalam suatu rumusan.
4. Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes oleh karena itu TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar– benar dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Mager dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
2. Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran, pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti menyebutkan, menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang didemonstrasikan.
c. Condition
Condition berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut, adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tampa salah dalam waktu dua jam dan lainnya. Sejumlah rumusan ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara ber urutan namun dapat dibalik-balikkan . Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hana mencantumkan dua komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian dalsam menyusun tes.
Untuk lebih jelasnya, mari kita analisis Tujuan Instruksional Khusus berikut ini.
Siswa dapat menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba di Indonesia dengan menggunakan gambar peta
Apabila kita uraikan rumusan tersebut ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menunjukkan tempat penemuan manusia purba : merupakan komponen Behavior (B)
Dengan menggunakan gambar peta : merupakan komponen Condition (C)
3 : merupakan komponen Degree (D)
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan telah mencapai tujuan apabila siswa tersebut:
i) Telah mampu menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba; apabila siswa hanya mampu menunjukkan dua bagian saja, maka siswa tersebut belum dapat dianggap telah menguasai tujuan tersebut.
ii) Menggunakan gambar peta, ini berati bahwa, pada saat kita menuntut siswa untuk mendemonstrasikan kemampuan menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba, kita harus menyediakan peta negara Indonesia.
Contoh lainnya: Siswa dapat menyebutkan isi proklamasi dengan teknik pidato
Kalau kita uraikan ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menyebutkan isi proklamasi : merupakan komponen Behavior (B)
Dengan teknik pidato : merupakan komponen Condition (C)
Dari contoh tersebut tampak bahwa rumusan Tujuan Instruksional Khusus tersebut tidak mengandung komponen tingkat ukuran pencapaian (Degree/ D). Apakah rumusan tersebut dianggap salah? Tentu saja, tidak!
Memang secara ideal, rumusan Tujuan Instruksional Khusus hendaknya mengandung keempat komponen tersebut. Namun demikian, tidak setiap Tujuan Instruksional Khusus harus memenuhi empat komponen diatas. Adakalanya Tujuan Instruksional Khusus hanya terdiri dari komponen A dan B, seperti contoh berikut.
Siswa dapat menyebutkan batas- batas provinsi Aceh
Kalau kita uraikan ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menyebutkan batas- batas provinsi Aceh : merupakan komponen Behavior (B)
5. Contoh Rumusan Tujuan Instruksional Khusus mata pelajaran Sejarah
Sejak awal tahun 1970 para guru di Indonesia dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah telah ditatar dalam pengembangan instruksional dengan menggunakan model PPSI (Program Pengembangan Sistem Instruksional). Dari proses pengembangan tersebut telah dirumuskan dalam bentuk kurikulum tahun 1975 sebagai kurikulum yang bersifat nasional. Di dalam kurikulum tersebut tujuan instruksional umum dan isi pembelajaran telah ditetapkan (Suparman, 2004: 160).
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1.1 Sistem Instruksional (Suparman, 2004: 157)
Sehingga setelah Tujuan Instruksional Umum telah ada seorang pendidik melakukan analisis Instruksional yaitu kegiatan menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku yang lebih kecil atau spesifik serta mengidentifikasi hubungan perilaku spesifik yang satu dengan yang lainnya. Sebelum dijadikan Tujuan Instruksional Khusus dengan sebelumnya juga pendidik mengidentifikasi karakteristik siswa. Bisa dengan kuesioner, interview, observasi, dan tes.
Contoh Perumusan Tujuan Instruksional Khusus pada mata pelajaran Sejarah
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SMA : SMA Negeri 1 Teluk Gelam
Mata Pelajaran : Sejarah
Program : Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas/Semester : XI/1 (satu)
Standar Kompetensi : Menganalisis Perjalanan Bangsa Indonesia pada Masa
Negara-negara Tradisional
Kompetensi Dasar : Menganalisis Pengaruh Perkembangan Agama dan
Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Masyarakat
di Berbagai Daerah di Indonesia
Untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sudah disusun pemerintah berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Yang selanjutnya kita tentukan indikatornya:
Indikator :
1. Mendeskripsikan lahir dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di India.
2. Mendeskripsikan teori masuk dan berkembangnya Hindu-Buddha di Indonesia.
3. Menunjukkan peta jalur masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
4. Mengidentifikasi fakta-fakta tentang proses interaksi masyarakat di berbagai daerah dengan tradisi Hindu-Buddha
Kemudian merumuskan Perilaku Khusus yang muncul berdasarkan Indikator yang ada:.
1. Menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Hindu
2. Menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Budha
3. Mengidentifikasi 3 ciri- ciri kebudayaan Hindu di India dengan menggunakan gambar
4. Mengidentifikasi 3 ciri-ciri Budha yang ada di India dengan menggunakan gambar.
5. Menjelaskan 4 teori mengenai masuknya agama Hindu Budha di Indonesia.
6. Menjelaskan teori ksatria sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
7. Menjelaskan teori waisya sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
8. Menjelaskan teori sudra sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
9. Menjelaskan teori arus balik sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
10. Menjelaskan teori brahmana sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
11. Menjelaskan proses bagaimana masuknya islam berdasarkan Siroh Nabawiyah masuknya islam ke Indonesia.
12. Menunjukkan jalur masuknya agama dan kebudayaan Hindhu-Budha dengan menggunakan gambar peta
13. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Politik
14. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Ekonomi
15. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Sosial
16. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Budaya
17. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Agama
18. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Pendidikan
19. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Teknologi
20. Menyebutkan 8 nama kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu- Budha
Setelah perilaku khusus didapat, yang selanjutnya adalah mengidentifikasi karakteristik siswa. Bisa dengan kuesioner, interview, observasi, dan tes. Sehingga dengan hasil itu dapat diketahui nanti akan diketahui pengetahuan siswa mengenai materi yang akan diajarkan sehingga pendidik akan tahu mana perilaku khusus yang tepat dijadikan Tujuan Instruksional khusus dan mana yang tidak perlu diberikan lagi. Ketika dirasa ada beberapa dari perilaku khusus yang sudah rata- rata dipahami siswa maka perilaku khusus tersebut sebaiknya tidak di masukkan lagi ke dalam Tujuan Instruksional Khusus. Sehingga didapat bahwa perilaku khusus yang layak menjadi Tujuan Instruksional Khusus adalah:
1. Siswa mampu menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Hindu
2. Siswa mampu menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Budha
3. Siswa mampu mengidentifikasi bagaimana ciri- ciri kebudayaan Hindu di India dengan menggunakan gambar
4. Siswa mampu mengidentifikasi bagaimana ciri-ciri Budha yang ada di India dengan menggunakan gambar.
5. Siswa mampu menjelaskan teori ksatria sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
6. Siswa mampu menjelaskan teori waisya sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
7. Siswa mampu menjelaskan teori sudra sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
8. Siswa mampu menjelaskan teori arus balik sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
9. Siswa mampu menjelaskan teori brahmana sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
10. Siswa mampu menjelaskan proses bagaimana masuknya islam berdasarkan Siroh Nabawiyah masuknya islam ke Indonesia.
11. Siswa mampu menunjukkan jalur masuknya agama dan kebudayaan Hindhu-Budha dengan menggunakan gambar peta
12. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Politik
13. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Ekonomi
14. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Sosial
15. Siswa mampu engidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Budaya
16. Sisiwa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Agama
17. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Pendidikan
18. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Teknologi
19. Siswa mampu menyebutkan 8 nama kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu- Budha
C. Penutup
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
Tujuan Instruksional Khusus merupakan salah satu komponen penting dalam sistem intruksional.
Dalam perumusannya pendidik sebaiknya mengetahui syarat apa saja yang ada dalam perumusannya, dan juga komponen apa saja yang sebaiknya ada dalam Tujuan Instruksional Khusus. Sehingga hasil belajar yang dicapai siswa dapat lebih tersusun dan dapat memudahkan pendidik untuk menjadi arah disetiap proses kegiatan belajar mengajarnya di kelas.
Daftar Pustaka
Andeson, Dkk, 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, A Revison of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. US.
BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh Model Silabus Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta: Diknas.
Gredler, Margaret. 2009. Learning and Instruction: Theory into Practice 6th ed. Upper Saddle River, NJ. Pearson
Hernawan, Asep. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.
Setidjadi, 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soedjarwo. 1984. Teknologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gelora Pratama.
Soekartawi, Suhardjono, Dkk. 1995. Meningkatkan Rncangan Instruksional (Instructional Design). Jakarta: Raja Grafindo.
Suparman, Atwi. 2004. Desain Instruksional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yulianti. 2007. Sejarah Indonesia dan Dunia. Bandung: Yrama Widya.
2 { ADD KOMENTAR }:
postingan yang bagus dan menarik untuk di baca... saya suka mengunjungi blog ini
ok kang thanks... smog bisa membantu...
Posting Komentar